Kota Pekalongan – Kota Pekalongan merupakan daerah pesisir yang tidak memiliki air permukaan. Di samping itu sebagian masyarakat, industri, dan perhotelan masih melakukan pengambilan air bawah tanah. Hal ini disinyalir menjadi pemicu penurunan muka tanah (land subsidence). Di tengah isu land subsidence Pemerintah Kota (Pemkot) Pekalongan melakukan moratorium rekomendasi pengambilan air bawah tanah.
Kendati demikian Pemkot Pekalongan melalui Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Tirtayasa Kota Pekalongan berupaya memenuhi kebutuhan air bersih untuk masyarakat sehingga tak ada lagi pengambilan air bawah tanah.
Direktur Utama Perumda Tirtayasa Kota Pekalongan, Muhammad Iqbal saat ditemui di kantornya, Jumat (24/2/2022) mengungkapkan bahwa land subsidence dengan luasan Kota Pekalongan 45.000 KM yang ekstrem hanya di titik-titik tertentu. “Kita tanggapi secara tidak sporadis untuk pemenuhan kebutuhan air bersih bagi warga. Bagaimanapun juga kondisi Kota Pekalongan yang di pesisir dengan sumber air baku kurang, tetap kita andalkan air bawah tanah yaitu sumur,” terang Iqbal.
Menurut Iqbal adanya hal ini menjadi komitmen Perumda bagaimana mengatasi ketersediaan air bersih di tengah isu atau opini terhadap penurunan muka tanah. Ada beberapa hal yang diupayakan Perumda yaitu sumur yang sudah eksisting itu harus dibuat optimal produksinya. “Kami terapkan redeveloping (menguras) sumur yang sudah ada sehingga debit airnya bisa kembali normal seperti awal. Dengan adanya sumur terdeveloping tadi ketersediaan air untuk masyarakat itu bisa terpenuhi tanpa menambah sumur baru,” jelas Iqbal.
Dibeberkan Iqbal, sumber air Kota Pekalongan selain sumur yakni Instalasi Pengolahan Air (IPA) Cepagan Warungasem Kabupaten Batang yang air permukaan sungainya Perumda olah. “Yang ketiga, anugrah mata air Rogoselo Kabupaten Pekalongan. Dari dua sumber itu karena faktor alam harus kami pantau terus, Rogoselo makin tahun debitnya menurun sedangkan kebutuhan air meningkat. Sedangkan di IPA Cepagan harus kami updating kondisi airnya jika tiba-tiba musim kering atau musim panen serta harus koordinasi dengan penduduk sekitar,” papar Iqbal.
Disebutkan Iqbal, IPA Cepagan produksinya 60 liter per detik atau sekitar 16,5 persen dari kebutuhan yang diperlukan. Selain itu Pemkot Pekalongan membeli air dari Provinsi Jawa Tengah yakni Spam Regional. “Kami kontrak 80 liter per detik seharusnya bisa sampai 150 liter per detik. Kemudian yang mata air Rogoselo itu 26 liter per detik, dan air bawah tanah wilayah di Kota Pekalongan kalau ditotal 197 liter per detik. Jadi keseluruhan sekitar 53%-55% atau total 363 liter per detik. Padahal yang dibutuhkan 553 liter per detik,” jelas Iqbal.
Lanjut Iqbal menjelaskan, untuk pemenuhan kebutuhan air bertemu masyarakat Kota Pekalongan kurang sekitar 170 liter per detik . “Ini kita masih punya kapasitas yang belum di pakai di Spam Regionl masih 70 liter per detik, kemudian yang di IPA Cepagan itu bisa dibangun lagi dengan kapasitas 100 liter per detik,” pungkas Iqbal.